Port-Au-Prince (ANTARA News/Reuters) - Haiti, Sabtu menguburkan korban gempa yang tewas dan regu-regu penolong menyelamatkan korban yang masih hidup dari puing-puing reruntuhan. Sementara itu, para korban kini sedang berjuang untuk mendapatkan makanan dan uang tunai di tengah lambannya operasi pembagian bantuan.

Meskipun Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sejak awal mengumumkan pemerintah Haiti telah menghentikan operasi pencarian dan pertolongan, namun beberapa regu penolong masih mengorek puing-puing yang berserak di ibu kota, Port-au-Prince, 11 hari setelah gempa dahsyat itu.

Regu penolong dari Prancis, Yunani dan Amerika Serikat Sabtu secara berhati-hati berhasil menyelamatkan pemuda Haiti berumur 24 tahun dari sebuah hotel yang runtuh.

Para penolong mengatakan, dia ditemukan dalam kondisi yang baik.

Untuk mencapai korban yang selamat itu, dua penolong merangkak ke dalam reruntuhan beton, balok-balok kayu dan serpihan baja yang ada di hotel Port-au-Prince yang ambruk itu.

Mereka menyingkirkan benda-benda tersebut untuk membantu mengeluarkan orang yang terjebak tersebut.

"Dia membawa geretan yang membantu kami melihatnya. Dia hanya mengatakan `terima kasih` ketika kami membawanya keluar," kata Cermen Michalska, seorang penolong bersama regu Yunani, kepada Reuters.

Pada 12 Januari, gempa berskala tujuh menewaskan sekitar 200.000 orang, kata pemerintah Haiti.

Jika Anda latest cheat fakta adalah out-of-date, bagaimana itu mempengaruhi tindakan dan keputusan Anda? Pastikan Anda tidak membiarkan penting latest cheat informasi slip oleh Anda.

Gempa juga menyebabkan tiga juta orang cedera atau kehilangan rumah dan berteriak minta bantuan medis, pangan dan air di negara termiskin di belahan bumi itu.

Korban yang selamat ditampung di tenda-tenda di tempat terbuka dalam kondisi kotor. Terdapat sekitar 300 tenda di seluruh Port-au-Prince.

Rakyat mengeluhkan mereka tidak mendapat bantuan yang cukup, meskipun terdapat upaya bantuan internasional yang besar dipimpin AS.

Menjawab kecaman-kecaman, Kepala Badan Pembangunan AS, Rajiv Shah, mengatakan, organisasinya sedang melakukan semua itu meskipun dalam kondisi yang sulit.

"Skala kerusakan dan konsekuensi kemanusiaan ... jelas tak sejalan... Kami tak pernah bisa memenuhi keinginan yang mereka inginkan secepat mungkin," kata Shah kepada Reuters.

"Kami pergi ke sini untuk memberi bantuan dalam tempo yang lama," katanya menegaskan.

Para pekerja bantuan menghadapi tantangan sangat besar untuk mendapatkan makanan dan air yang dibagikan di kota yang runtuh dan penuh dengan puing-puing serta banyaknya korban luka dan kehilangan rumah.

"Tak satupun bisa memahami hal itu sampai mereka datang ke sini," kata Gina Jackson, dari USAID.

Para pejabat Program Pangan Dunia memperkirakan bahwa beberapa bantuan telah mencapai lebih dari dua per tiga sampai di tenda-tenda korban yang selamat.(*)